CERITA RAKYAT MELAYU
RIAU
ILMU BUDAYA MELAYU
OLEH : CITTRA ANNALISA. S
SAMSUL BAHRI
NIM : 1184205037
DOSEN PENGAMPU : ULUL AZMI,
PRODI : BIOLOGI
PROGRAM :
S1
STATUS : TERAKREDITASI
UNIVERSITAS LANCANG
KUNING
PEKANBARU
2013
"Putri Kaca Mayang"
Alkisah ada sebuah kerajaan yang
bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang bernama raja Gasib. Raja
Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang
serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke
berbagai negri, tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena
Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang,
terdengar sampai ke telinga Raja Aceh. Raja Aceh pun berniat meminang sang
putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke
pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh,
“Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting
putri Kaca Mayang”. “Baik, Banginda Raja, titah Baginda hamba laksanakan”.
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke
kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja
Gasib. “Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan
Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku
Baginda, Putri Kaca Mayang”. “Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja
kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang
belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja
kalian”. sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini
dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan
merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat
yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan
Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib. Raja Gasib yang
mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja
Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah
panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk
menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di
Kuala Gasib daerah Sungai Siak“. “Hamba laksanakan titah Baginda Raja” kata
Panglima Gimpam Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak. Rupanya,
mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di
kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur
strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan
kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan.
Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda, tahukah kamu jalan menuju kerajaan
Gasib?”. Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan
Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong, “Ampun Tuanku, hamba tidak
mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini”.
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu
berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak
tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib. Raja
Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan.
Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya.
Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya, sampailan mereka di istana. Raja
Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak
bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di
telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam.
Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima
Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah
akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana. Berangkatlah
panglima Gimpam. Kedatangannya disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan
pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui
kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil
masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang
Putri kepada kami atau kerajaan ini akan porak-poranda!” “Baiklah akan saya
kembalikan Putri Kaca Mayang!”. kata
Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata
kepalaku sendiri”.
Raja Aceh yang mengakui juga
kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima
Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima
Gimpam bersama sang putri dan pasukannya. Dalam perjalanan, rupanya angin laut
sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke
waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam
sesampai mereka di sungai Kantan. Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima
aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan
maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan
suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan
matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai
Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan
merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup.
Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas
meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di
dekat kerajaan Gasib. Sejak kehilangan putri tercintanya raja Gasib merasakan
kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan,
menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan
akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku
tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan
bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih
karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu
keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan
hamba jaga dengan baik kerajaan ini”. kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada
panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama
ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka
Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga.
Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau
mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di
atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru,
di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru. Hingga kini nama itu
digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru.
Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari
Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
Si Mikin
(cerita anak durhaka dari kuantan
singingi)
Dahulu kala di
Rantau Kuantan, di kenegrian yang bernama Inuman, tepatnya di Si Buayo atau
yang juga dikenal dengan lubuak Si Payuang. Disinilah tersebutnya kisah Si
Mikin. Si mikin yang telah lama di tinggalkan ayahnya, ia hanya hidup dan tinggal bersama ibunya, kehidupan
mereka sangat susah. Ibunya hanya berkerja menampi beras orang dan bisanya
mendapat upah secupak (setara dengan ¼ tekong) dari tapian tersebut.
Suatu hari Si
Mikin berteriak memanggil-manggil ibunya.
‘’omak… omak…” ujar si mikin. Lalu ibunya menjawab ‘’apo lei lei nak bujang omak’’.
Sambil menunduk Si Mikin menjawab
“Mikin ingin poi marantau mak , siapo sangko je omak rak, iduik di nagori urang
bisa mandatangan rasoki”. Setelah mendengar perkataan Si Mikin tersebut , ibunya berusaha untuk
mencegah si mikin untuk pergi merantau, namun Si Mikin tetap bersikeras ingin
pergi merantau, akhirnya ibunya terpaksa mengizinkan Si Mikin pergi.
Berbekal limpiang bore ( kerak nasi)
berangkatlah si mikin ke negeri seberang. “ kayua la kayua , uwik den uwik, luan manuju tobiang suborang’’. Setelah si
mikin lama merantau dan tak tau di mana berada. Terdengarlah kabar bahwa
simikin telah kembali. Mendengar berita tersebut ibunya lansung pergi ke
sibuayo tempat di mana kapal-kapal berlabuh di masa itu. Setelah sampai di si
buayo ibunya melihat si mikin berdiri di atas kapal. Tetapi si mikin bukan lagi si
mikin melainkan si kaya. Si Mikin yang dulu ramah kini menjadi angkuh dan
sombong. Sambil
berteriak ibunya manggil si mikin “mikin... mikin... iko omak nak..”.
Tekejutlah si mikin mendengar kata-kata tersebut, dengan perasaan yang gugup
si mikin menjawab “ iko omak po mak ? ndak ah, omak den mudo lei,
indak tuo macam ko. poi manjawuah
dari tobiang ko, sabolun di sipak”. Mendengar perkaataan anaknya tersebut,
mengalir lah air mata sang ibu
dan kembali berkata “ iyo nak, iko omak ang, la lamo poi marantau jadi ndak mungkin omak mudo macam dulu lei”.
Namun dengan kerasnya si mikin mebantah
“indak…
kau indaklah omak den,
poi dari siko”. lalu si mikin memerintahkan pengawalnya untuk memutar
haluan kapal, dan segera pergi hendak menuju kuala indragiri.
Melihat hal tersebut ,
dengan perasaan sedih, sambil menangis keluarlah
kata-kata dari mulut ibu si mikin. “iyo ang kan poi po nak, kalau iyo jadilah ang olang soghak biar omak jadi buayo”.
Setelah ibu si
mikin berkata demikian, angin ribut bertiup kencang, gelombang semakin kuat
yang membuat tenggelamnya kapal si mikin. Setelah kejadian tersebut sering terlihat seekor burung elang yang terbang
kesana-kemari di atas bekas tenggelamnya kapal si mikin, penduduk sekitar
percaya bahwa elang tersebut adalah si mikin yang disabut dengan (olang
soghak). Apabila air sungai kuantan surut,akan terlihat lipatan-lipatan kain,
dan beberapa buah batu yang menyeripai payumg yang dipercaya isi dari kapal si mikin. Oleh kare
itu si biayo juga di kenal dengan lubuak si payuang.
Syair Si Mikin
Tasobiklah dimaso dulunyo
Disibuayo tompeknyo
Lubuak si payuang subuiktannyo
Di desa banjar nan tigo
Disiko Kuantan
olun banamo Kuantan
Disiko Inuman
olun banamo Inuman
Limpato nan
tasobuiktan
Ikolah kisahnyo
mari kito dongarkan
Si mikin poi marantau
Ondak majalang sabuah pulau
Marubah iduik nan kacau
Maapuih maso nan la lampau
Dek sorik iduik
di kampuang
Dek sompik
adonyo untuang
Nyo cubo
balayar dari sabuah tanjuang
Ondak
malapamgan sompiknyo untuang
Dek jawuahnyo marantau
Mungkin ka mudiak ka minang kabau
Ntah ka ulak ka jarojau
Tinggalah omaknyo jo ati risau
Di ulaknyo
indragiri
Di midiaknyo kuantan singingi
Mangonang anak
nan lapoi
Batal bapoluak
nyo tangisi
Mangonang anak nan lapoi
Omaknyo torui manangi
Banyiak potang bayiak pagi
Itulah karojonyo saban ari
Sapulangnyo si
mikin dari rantau
Indak mangonal
omaknyo maimbau
Ndak ingek akan
maso lampau
Mambuek ati
omaknyo batamba kacau
Si mikin pulang dengan istrinyo
Kininyo manjadi urang kayo
Indak mangonali akan omaknyo
Jadilah enyo anak duroko
Ulah si mikin
anak duroko
Kutuakpun tibo
dari omaknyo
Olang sorak
akan ruponyo
Si buayo yang
manjadi saksinyo
Munkin carito sampai disiko
Jikok salah borilah mo’o
Dihadopan kito basamo
Abiaklah hikmah nan ado
Asal Mula Nama Pincuran Sakti Rajo Gumoriang
( Putri Lindung Bulan)
Jika kita melihat riwayat Kuantan
Singingi, maka dapat kita urutkan kerajaan yang pernah ada di Rantau Kuantan.
yakni Kerajaan Kandis (abad ke-12) di Padang Candi Koto Lubuk Jambi (Kecamatan
Kuantan Mudik sekarang), Kerajaan Kuantan (abad ke-13 M) Koto Kari,
Sintuo/Seberang Taluk sekarang. Kerajaan Kuantan dengan Raja Sang Sapurba.
Kerajaan Rantau Kuantan Nan kurang
Oso Duo Pulua dipimpin oleh dua pembesar
yakni Datuk Perpatih dan Datuk Katumanggungan (Datuak Ongguang). Namun, dalam
kepemimpinan mereka, tentunya tidak terlepas dari kepiawaian para datuk dan
orang godang yang menjadi keramat bagi Rantau Kuantan hingga sekarang. Seperti:
Datuk Bandaro Lelo Budi, Datuk Pobo,Datuk Simambang, Datuk Muranso, Datuk
Baromban Bosi, Datuk Timbang Tali, Datuk
dano Sinkaro, Datuk Bisai, Datuk Dano punto, Datuk Paduko Rajo, Puti Reno
Intan, dan lain-lain.
Selain beberapa kerajaan di atas
masyarakat Kecamatan Benai percaya bahwa
dahulunya di Benai terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Ompek
Koto Benai yang diperintah oleh Sutan Benai (Raja Kerajaan Ompek Koto Benai)
yang sekarang disebut sebagai nenek moyang dari suku Paliang Soni yang ada di
Kecamatan Benai. Kebenaran akan hal ini bisa dilihat dari peninggalan baju
barantai Sutan Benai.
Kerajaan Ompek Koto Benai memiliki
wilayah kekuasaan yang meliputi kenegerian Simandolak, Teratak Air Hitam,
Benai, dan Siberakun yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Sungkek Tunggal
(Provinsi Jambi) yang perintahi oleh Rajo Gumoriang.
Di Kerajaan Ompek Koto Benai
terdapatlah seorang Putri yang bernama Putri Lindung Bulan. Putri Lindung Bulan
merupakan anak kesayangan dari Sutan Benai. Putri Lindung Bulan terkenal dengan
kecantikannya. Banyak raja dan para putra mahkota kerajaan tetangga yang suka
dan mencintai Putri Lindung Bulan. Salah satunya raja dari Kerajaan Sungkek
Tunggal yakni Rajo Gumoriang yang terkenal dengan kekejaman dan kesaktiannya.
Rajo Gumoriang menyukai dan sangat
mencintai Putri Lindung Bulan. Suatu hari Rajo Gumoriang datang ke Koto Benai
untuk melamar Putri Lindung Bulan. Namun, lamaran Rajo Gumoriang langsung
ditolak oleh Sutan Benai. Selain Putri Lindung Bulan dan Rajo Gumoriang terpaut usia yang sangat jauh, alasan
penolakan itu juga dikarenakan kekejaman
Rajo Gumoriang yang membuat Sutan Benai tidak suka.
Penolakan ini membuat Rajo Gumoriang
merasa terhina dan kecewa terhadap sikap Sutan Benai. Suatu malam Rajo
Gumoriang memerintahkan anak buahnya untuk menculik Putri Lindung Bulan dari
kerajaannya. Penculikan itupun berhasil.
Keesokan harinya Negeri Ompek Koto
Benai digemparkan oleh berita hilangnya Putri Liduang Bulan. Sutan Benai dan
para monti, dubalang, serta para
prajurit telah mencari kemana-mana. Namun, hanya ada satu petunjuk yang
didapat. Petunjuk itu menyatakan bahwa Putri Lindung Bulan diculik oleh Rajo
Gumoriang dan dibawa ke Sungkek Tunggal.
Menanggapi hal ini Sutan Benai
mengajak para datuk dan urang godang Negeri Ompek Koto berkumpul di rumah
godang Koto Benai untuk mencari cara menjemput Putri Lindung Bulan. Akhirnya,
disepakati bahwa Putri Lindung Bulan akan dijemput oleh para dubalang, yakni:
dubalang Pengkar dari Siberakun, Dubalang Itam dari Simandolak, Dubalang Puti
Pati Soni Benai, Dubalang Tangan Godang dari Teratak Air Hitam. Mereka dikenal
dengan dubalang Ompek Koto dan terkenal sebagai pandekar Keramat Silat Rantau
Kuantan (silat siberakun).
Pada malam hari, para dubalang ini
mulai berangkat ke Sungkek Tunggal, setelah sampai di sana mereka meminta
secara baik-baik kepada Rajo Gumoriang agar Putri Lindung Bulan segera dikembalikan.
Namun, Rajo Gumoriang lansung menyuruh ular peliharaannya menyemburkan api ke
arah para dubalang itu. Dengan sigapnya Dubalang Tangan Godang menangkis api
itu dengan telapak tangan saktinya. Melihat hal ini Rajo Gumoriang tercengang.
Ia tidak menyangka serangan ular itu akan mampu ditangkis oleh Dubalang Tangan
Godang. Dengan kecepatan dubalang Pengkar berubah melenting seperti udang di pinggir sungai dan kemudian
menghantam kepala ular itu. Setelah lama bertarung ular itu pun mati.
Dubalang Puti Pati Soni dan dubalang
Hitam berusaha menangkap Rajo Gumoriang. Setelah terjadi pertarungan sengit
barulah Rajo Gumoriang berhasil ditangkap. Dubalang Tangan Godang mengangkat
Putri Lindung Bulan yang sedang menangis. Akhirnya para dubalang itu membawa Putri
Lindung Bulan dan Rajo Gumoriang ke Koto Benai.
Setelah sampai di Koto Benai mereka
disambut dengan gembira oleh masyarakat negeri Ompek Koto Benai. Sutan Benai
merasa senang melihat putrinya kembali dengan selamat dan langsung menyuruh
dayang-dayang mengantarkan Putri Lindung Bulan ke kamar untuk beristirahat.
Kemudian Sutan Benai membawa Rajo Gumoriang ke tepi sungai Kuantan.
Sebagai Raja yang bijak. Sutan Benai
menanyakan hukuman apa yang diinginkan oleh Rajo Gumoriang untuk menebus
kesalahannya. ”Hukuman apa yang engkau mau, jika maaf yang kau pinta, maaf pun
akan kami beri” tanya Sutan Benai.
Lalu Rajo Gumoriang menjawab ”
Pantang bagi hamba meminta maaf. Sebab di negeri ini yang bersalah haruslah
dibunuh, yang berlaku curang harus dihukum. Sebab orang jatuh karena panjatnya,
orang hanyut karena renangnya. Jadi hanya satu yang hamba minta. Kutuklah hamba
menjadi sebuah pincuran air, agar kelak air yang mengalir ini bisa menjadi
minum dan makan masyarakat Ompek Koto Benai, mudah-mudahan dengan begitu
berkuranglah dosa-dosa hamba”.
Mendengar ucapan itu dengan suara
yang keras Sutan Benai berkata “ Jika itu yang kau mau, maka jadilah engkau
sebuah pincuran”, dengan sekejap mata terlihatlah sebuah pincuran air di
pinggir Sungai Kuantan. Pincuran ini sekarang dikenal dengan Pincuran Sakti
Rajo Gumoriang.
Bagi masyarakat Rantau Kuantan nama
tepian “Pincuran Sakti Rajo Gumoriang” mungkin tidak asing lagi. Hal ini
dikarenakan setiap satu tahun sekali di tepian ini selalu diadakan acara Pacu
Jalur Rayon 2 untuk Kecematan Benai. Nama Pincuran Sakti juga dibesarkan oleh
nama sebuah jalur yang berasal dari Pasar Benai.
Cerita Rakyat Melayu Riau - Si Lancang
Di sebuah negeri
bernama Kampar, pada zaman dahulu kala, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang
Emak dan anak laki-lakinya bernama si Lancang. Ayah si Lancang telah lama
meninggal. Emak bekerja menggarap ladang orang lain, dan Lancang menggembalakan
ternak milik tetangganya. Setelah cukup dewasa, si Lancang memohon izin kepada
Emaknya untuk pergi merantau ke negeri orang, ingin bekerja dan mengumpulkan
uang. Walau sedih, Emaknya mengizinkan Lancang pergi merantau.
Setelah bertahun-tahun
merantau, si Lancang menjadi seorang pedagang kaya yang mempunyai berpuluh
kapal dagang dan ratusan anak buah. Istrinya pun cantik jelita. Suatu hari si
Lancang mengajak istrinya untuk berdagang ke Andalas. Setelah perbekalan dan
barang dagang siap, berangkatlah mereka, hingga akhirnya kapal si Lancang yang
megah merapat ke Sungai Kampar, kampung halaman si Lancang. Penduduk pun
berdatangan hendak melihat kapal yang megah tersebut. Banyak penduduk masih
mengenali wajah si Lancang. “Wah si Lancang rupanya! Megah sekali kapalnya,
sudah jadi orang kaya raya,” kata guru mengaji si Lancang. Dia lalu
memberitahukan kedatangan si Lancang kepada Emak si Lancang yang terbaring
sakit di gubuknya.
Betapa
senangnya Emak si Lancang mendengar kabar anaknya datang, dan bergegas bangkit
dari tempat tidurnya. Dengan berpakaian seadanya dan berjalan tertatih-tatih
karena sakit, Emak berjalan ke pelabuhan tempat kapal si Lancang. Sesampai di
pelabuhan, Emak tak sabar ingin melihat anaknya. Saat hendak naik ke kapal, anak
buah si Lancang menghalanginya dan melarangnya untuk naik ke kapal. Emak telah
menjelaskan bahwa dia adalah Emaknya si Lancang.
Tiba-tiba
si Lancang muncul dan berkata, “Bohong! Dia bukan emakku. Usir dia dari
kapalku!” teriak si Lancang. Rupanya dia malu jika orang tahu bahwa wanita tua
dan miskin itu adalah emaknya. “Oh… Lancang…. Anakku, ini Emak. Emak sangat
merindukanmu”, rintih emak.
“Usir
perempuan gila itu dari kapalku!” perintah si Lancang. Anak buah si Lancang
mengusir emak dan mendorongnya sehingga terjerembab. Dengan hati sedih Emak si
Lancang pulang ke gubuknya, dan menangis terus menerus. Sesampai di gubuknya,
Emak mengambil lesung dan nyiru.
Emak memutar-mutar
lesung dan mengipasinya dengan nyiru sambil berkata, “Ya Tuhanku… si Lancang telah
aku lahirkan dan aku besarkan dengan air susuku. Namun setelah menjadi orang
kaya, dia tidak mau mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhanku… tunjukkan
padanya kekuasaan-Mu!”
tiba-tiba
turun hujan yang sangat lebat. Petir menggelegar dan menyambar kapal si Lancang
sertagelombang Sungai Kampar menghantamnya. Kapal si Lancang hancur
berkeping-keping.
“Emaaaak…
si Lancang anakmu pulang. Maafkan aku, Maaak,” terdengar sayup-sayup teriakan
si Lancang. Akhirnya si Lancang tenggelam bersama kapalnya yang megah.
Barang-barang yang ada di kapal berhamburan dihempas badai. Kain sutra yang
dibawa si Lancang sebagai barang dagangan terbang melayang-layang kemudian
jatuh berlipat-lipat dan menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar
Kiri.
Sebuah
gong terlempar jauh dan jatuh di dekat gubuk Emak si Lancang di Air Tiris
Kampar kemudian menjadi Sungai Ogong di Kampar Kanan. Sebuah tembikar pecah dan
melayang menjadi Pasubilah yang terletak berdekatan dengan Danau si Lancang. Di
danau itulah tiang bendera kapal si Lancang tegak tersisa. Bila sekali waktu
tiang bendera itu muncul ke permukaan yang menjadi pertanda bagi masyarakat
Kampar akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Banjir itulah air mata si Lancang
yang menyesali perbuatannya yang durhaka kepada Emaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar