twitter

Selasa, 19 November 2013

cerita raakyat melayu riau "ilmu budaya melayu"




CERITA RAKYAT MELAYU RIAU
ILMU BUDAYA MELAYU




OLEH                                     : CITTRA ANNALISA. S
                                                   SAMSUL BAHRI
NIM                                        : 1184205037
DOSEN PENGAMPU         : ULUL AZMI,
PRODI                                   : BIOLOGI
PROGRAM                           : S1
STATUS                                : TERAKREDITASI


UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2013


"Putri Kaca Mayang"

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9kcJl-LcQd8VVLBkzmjSgW9fOYHZiYVhRfUiqwdqJnGjBzR6QoXYRnEXx8tJ8q5RRwDTMcvk_LuhdlxQleC_XGEs3056EWWP5V_EgFIg7UPrp97470dIQpSunrsA1xKhGDIG19ldTca4/s320/images.jpg

Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri, tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh. Raja Aceh pun berniat meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang”. “Baik, Banginda Raja, titah Baginda hamba laksanakan”.
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib. “Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang”. “Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian”. sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib. Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.


”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak“. “Hamba laksanakan titah Baginda Raja” kata Panglima Gimpam Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak. Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda, tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”. Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong, “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini”.
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib. Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya, sampailan mereka di istana. Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana. Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami atau kerajaan ini akan porak-poranda!” “Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”.  kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri”.
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya. Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan. Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.




Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib. Sejak kehilangan putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini”. kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru. Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).














Si Mikin
(cerita anak durhaka dari kuantan singingi)



Dahulu kala di Rantau Kuantan, di kenegrian yang bernama Inuman, tepatnya di Si Buayo atau yang juga dikenal dengan lubuak Si Payuang. Disinilah tersebutnya kisah Si Mikin. Si mikin yang telah lama di tinggalkan ayahnya, ia hanya hidup dan tinggal bersama ibunya, kehidupan mereka sangat susah. Ibunya hanya berkerja menampi beras orang dan bisanya mendapat upah secupak (setara dengan ¼ tekong) dari tapian tersebut.

Suatu hari Si Mikin berteriak memanggil-manggil ibunya.
 ‘’omak omak…” ujar si mikin. Lalu ibunya menjawab ‘’apo lei lei nak bujang omak’’. Sambil menunduk Si Mikin menjawab “Mikin ingin poi marantau mak , siapo sangko je omak rak, iduik di nagori urang bisa mandatangan rasoki”. Setelah mendengar perkataan Si Mikin tersebut , ibunya berusaha untuk mencegah si mikin untuk pergi merantau, namun Si Mikin tetap bersikeras ingin pergi merantau, akhirnya ibunya terpaksa mengizinkan Si Mikin pergi. Berbekal limpiang bore ( kerak nasi) berangkatlah si mikin ke negeri seberang. “ kayua la kayua , uwik den uwik, luan manuju tobiang suborang’’. Setelah si mikin lama merantau dan tak tau di mana berada. Terdengarlah kabar bahwa simikin telah kembali. Mendengar berita tersebut ibunya lansung pergi ke sibuayo tempat di mana kapal-kapal berlabuh di masa itu. Setelah sampai di si buayo ibunya melihat si mikin berdiri di atas kapal. Tetapi si mikin bukan lagi si mikin melainkan si kaya. Si Mikin yang dulu ramah kini menjadi angkuh dan sombong. Sambil berteriak ibunya manggil si mikin “mikin... mikin... iko omak nak..”.

Tekejutlah  si mikin mendengar kata-kata tersebut, dengan perasaan yang gugup si mikin menjawab “ iko omak po mak ?  ndak ah, omak den mudo lei, indak tuo macam ko.  poi manjawuah dari tobiang ko, sabolun di sipak”. Mendengar perkaataan anaknya tersebut, mengalir lah air mata sang ibu dan kembali berkata “ iyo nak, iko omak ang, la lamo poi marantau jadi ndak mungkin omak mudo macam dulu lei”. Namun dengan kerasnya si mikin mebantah “indakkau indaklah omak den, poi dari siko”. lalu si mikin memerintahkan pengawalnya untuk memutar haluan kapal, dan segera pergi hendak menuju kuala indragiri. Melihat hal tersebut , dengan perasaan sedih, sambil menangis keluarlah kata-kata dari mulut ibu si mikin. “iyo ang kan poi po nak, kalau iyo jadilah ang olang soghak biar omak jadi buayo”.

Setelah ibu si mikin berkata demikian, angin ribut bertiup kencang, gelombang semakin kuat yang membuat tenggelamnya kapal si mikin. Setelah kejadian tersebut sering terlihat seekor burung elang yang terbang kesana-kemari di atas bekas tenggelamnya kapal si mikin, penduduk sekitar percaya bahwa elang tersebut adalah si mikin yang disabut dengan (olang soghak). Apabila air sungai kuantan surut,akan terlihat lipatan-lipatan kain, dan beberapa buah batu yang menyeripai payumg yang  dipercaya isi dari kapal si mikin. Oleh kare itu si biayo juga di kenal dengan lubuak si payuang.








Syair Si Mikin

Tasobiklah dimaso dulunyo
Disibuayo tompeknyo
Lubuak si payuang subuiktannyo
Di desa banjar nan tigo

Disiko Kuantan olun banamo Kuantan
Disiko Inuman olun banamo Inuman
Limpato nan tasobuiktan
Ikolah kisahnyo mari kito dongarkan

Si mikin poi marantau
Ondak majalang sabuah pulau
Marubah iduik nan kacau
Maapuih maso nan la lampau

Dek sorik iduik di kampuang
Dek sompik adonyo untuang
Nyo cubo balayar dari sabuah tanjuang
Ondak malapamgan sompiknyo untuang

Dek jawuahnyo marantau
Mungkin ka mudiak ka minang kabau
Ntah ka ulak ka jarojau
Tinggalah omaknyo jo ati risau

Di ulaknyo indragiri
Di midiaknyo kuantan singingi
Mangonang anak nan lapoi
Batal bapoluak nyo tangisi

Mangonang anak nan lapoi
Omaknyo torui manangi
Banyiak potang bayiak pagi
Itulah karojonyo saban ari

Sapulangnyo si mikin dari rantau
Indak mangonal omaknyo maimbau
Ndak ingek akan maso lampau
Mambuek ati omaknyo batamba kacau

Si mikin pulang dengan istrinyo
Kininyo manjadi urang kayo
Indak mangonali akan omaknyo
Jadilah enyo anak duroko


Ulah si mikin anak duroko
Kutuakpun tibo dari omaknyo
Olang sorak akan ruponyo
Si buayo yang manjadi saksinyo

Munkin carito sampai disiko
Jikok salah borilah mo’o
Dihadopan kito basamo
Abiaklah hikmah nan ado



































Asal Mula Nama Pincuran Sakti Rajo Gumoriang
( Putri Lindung Bulan)



Jika kita melihat riwayat Kuantan Singingi, maka dapat kita urutkan kerajaan yang pernah ada di Rantau Kuantan. yakni Kerajaan Kandis (abad ke-12) di Padang Candi Koto Lubuk Jambi (Kecamatan Kuantan Mudik sekarang), Kerajaan Kuantan (abad ke-13 M) Koto Kari, Sintuo/Seberang Taluk sekarang. Kerajaan Kuantan dengan Raja Sang Sapurba.

Kerajaan Rantau Kuantan Nan kurang Oso Duo Pulua dipimpin oleh  dua pembesar yakni Datuk Perpatih dan Datuk Katumanggungan (Datuak Ongguang). Namun, dalam kepemimpinan mereka, tentunya tidak terlepas dari kepiawaian para datuk dan orang godang yang menjadi keramat bagi Rantau Kuantan hingga sekarang. Seperti: Datuk Bandaro Lelo Budi, Datuk Pobo,Datuk Simambang, Datuk Muranso, Datuk Baromban Bosi, Datuk Timbang Tali,  Datuk dano Sinkaro, Datuk Bisai, Datuk Dano punto, Datuk Paduko Rajo, Puti Reno Intan, dan lain-lain.   
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              
Selain beberapa kerajaan di atas masyarakat Kecamatan Benai percaya bahwa  dahulunya di Benai terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Ompek Koto Benai yang diperintah oleh Sutan Benai (Raja Kerajaan Ompek Koto Benai) yang sekarang disebut sebagai nenek moyang dari suku Paliang Soni yang ada di Kecamatan Benai. Kebenaran akan hal ini bisa dilihat dari peninggalan baju barantai Sutan Benai.

Kerajaan Ompek Koto Benai memiliki wilayah kekuasaan yang meliputi kenegerian Simandolak, Teratak Air Hitam, Benai, dan Siberakun yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Sungkek Tunggal (Provinsi Jambi) yang perintahi oleh Rajo Gumoriang.

Di Kerajaan Ompek Koto Benai terdapatlah seorang Putri yang bernama Putri Lindung Bulan. Putri Lindung Bulan merupakan anak kesayangan dari Sutan Benai. Putri Lindung Bulan terkenal dengan kecantikannya. Banyak raja dan para putra mahkota kerajaan tetangga yang suka dan mencintai Putri Lindung Bulan. Salah satunya raja dari Kerajaan Sungkek Tunggal yakni Rajo Gumoriang yang terkenal dengan kekejaman dan kesaktiannya.

Rajo Gumoriang menyukai dan sangat mencintai Putri Lindung Bulan. Suatu hari Rajo Gumoriang datang ke Koto Benai untuk melamar Putri Lindung Bulan. Namun, lamaran Rajo Gumoriang langsung ditolak oleh Sutan Benai. Selain Putri Lindung Bulan dan Rajo Gumoriang  terpaut usia yang sangat jauh, alasan penolakan itu juga dikarenakan  kekejaman Rajo Gumoriang yang membuat Sutan Benai tidak suka.

Penolakan ini membuat Rajo Gumoriang merasa terhina dan kecewa terhadap sikap Sutan Benai. Suatu malam Rajo Gumoriang memerintahkan anak buahnya untuk menculik Putri Lindung Bulan dari kerajaannya.  Penculikan itupun berhasil.






Keesokan harinya Negeri Ompek Koto Benai digemparkan oleh berita hilangnya Putri Liduang Bulan. Sutan Benai dan para monti, dubalang, serta para  prajurit telah mencari kemana-mana. Namun, hanya ada satu petunjuk yang didapat. Petunjuk itu menyatakan bahwa Putri Lindung Bulan diculik oleh Rajo Gumoriang dan dibawa ke Sungkek Tunggal.

Menanggapi hal ini Sutan Benai mengajak para datuk dan urang godang Negeri Ompek Koto berkumpul di rumah godang Koto Benai untuk mencari cara menjemput Putri Lindung Bulan. Akhirnya, disepakati bahwa Putri Lindung Bulan akan dijemput oleh para dubalang, yakni: dubalang Pengkar dari Siberakun, Dubalang Itam dari Simandolak, Dubalang Puti Pati Soni Benai, Dubalang Tangan Godang dari Teratak Air Hitam. Mereka dikenal dengan dubalang Ompek Koto dan terkenal sebagai pandekar Keramat Silat Rantau Kuantan (silat siberakun).

Pada malam hari, para dubalang ini mulai berangkat ke Sungkek Tunggal, setelah sampai di sana mereka meminta secara baik-baik kepada Rajo Gumoriang agar Putri Lindung Bulan segera dikembalikan. Namun, Rajo Gumoriang lansung menyuruh ular peliharaannya menyemburkan api ke arah para dubalang itu. Dengan sigapnya Dubalang Tangan Godang menangkis api itu dengan telapak tangan saktinya. Melihat hal ini Rajo Gumoriang tercengang. Ia tidak menyangka serangan ular itu akan mampu ditangkis oleh Dubalang Tangan Godang. Dengan kecepatan dubalang Pengkar berubah melenting  seperti udang di pinggir sungai dan kemudian menghantam kepala ular itu. Setelah lama bertarung ular itu pun mati.

Dubalang Puti Pati Soni dan dubalang Hitam berusaha menangkap Rajo Gumoriang. Setelah terjadi pertarungan sengit barulah Rajo Gumoriang berhasil ditangkap. Dubalang Tangan Godang mengangkat Putri Lindung Bulan yang sedang menangis. Akhirnya para dubalang itu membawa Putri Lindung Bulan dan Rajo Gumoriang ke Koto Benai.

Setelah sampai di Koto Benai mereka disambut dengan gembira oleh masyarakat negeri Ompek Koto Benai. Sutan Benai merasa senang melihat putrinya kembali dengan selamat dan langsung menyuruh dayang-dayang mengantarkan Putri Lindung Bulan ke kamar untuk beristirahat. Kemudian Sutan Benai membawa Rajo Gumoriang ke tepi sungai Kuantan.

Sebagai Raja yang bijak. Sutan Benai menanyakan hukuman apa yang diinginkan oleh Rajo Gumoriang untuk menebus kesalahannya. ”Hukuman apa yang engkau mau, jika maaf yang kau pinta, maaf pun akan kami beri” tanya Sutan Benai.

Lalu Rajo Gumoriang menjawab ” Pantang bagi hamba meminta maaf. Sebab di negeri ini yang bersalah haruslah dibunuh, yang berlaku curang harus dihukum. Sebab orang jatuh karena panjatnya, orang hanyut karena renangnya. Jadi hanya satu yang hamba minta. Kutuklah hamba menjadi sebuah pincuran air, agar kelak air yang mengalir ini bisa menjadi minum dan makan masyarakat Ompek Koto Benai, mudah-mudahan dengan begitu berkuranglah dosa-dosa hamba”.

Mendengar ucapan itu dengan suara yang keras Sutan Benai berkata “ Jika itu yang kau mau, maka jadilah engkau sebuah pincuran”, dengan sekejap mata terlihatlah sebuah pincuran air di pinggir Sungai Kuantan. Pincuran ini sekarang dikenal dengan Pincuran Sakti Rajo Gumoriang.




Bagi masyarakat Rantau Kuantan nama tepian “Pincuran Sakti Rajo Gumoriang” mungkin tidak asing lagi. Hal ini dikarenakan setiap satu tahun sekali di tepian ini selalu diadakan acara Pacu Jalur Rayon 2 untuk Kecematan Benai. Nama Pincuran Sakti juga dibesarkan oleh nama sebuah jalur yang berasal dari Pasar Benai.

























Cerita Rakyat Melayu Riau - Si Lancang


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzKQmuEDUW0leOI8pmWhxNuesZf50DZFijigeFhA5qznsbt2pj6IbpDbzlT7sqKqeqDGYh5zZqeYxxsw-3MRsb2lzbkcrEE7VeqzG9R9T-_7P-SXgQUGYvMYVakTdc5GWjKzq2UmQSdms/s320/Si-Lancang.jpg

Di sebuah negeri bernama Kampar, pada zaman dahulu kala, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang Emak dan anak laki-lakinya bernama si Lancang. Ayah si Lancang telah lama meninggal. Emak bekerja menggarap ladang orang lain, dan Lancang menggembalakan ternak milik tetangganya. Setelah cukup dewasa, si Lancang memohon izin kepada Emaknya untuk pergi merantau ke negeri orang, ingin bekerja dan mengumpulkan uang. Walau sedih, Emaknya mengizinkan Lancang pergi merantau.
Setelah bertahun-tahun merantau, si Lancang menjadi seorang pedagang kaya yang mempunyai berpuluh kapal dagang dan ratusan anak buah. Istrinya pun cantik jelita. Suatu hari si Lancang mengajak istrinya untuk berdagang ke Andalas. Setelah perbekalan dan barang dagang siap, berangkatlah mereka, hingga akhirnya kapal si Lancang yang megah merapat ke Sungai Kampar, kampung halaman si Lancang. Penduduk pun berdatangan hendak melihat kapal yang megah tersebut. Banyak penduduk masih mengenali wajah si Lancang. “Wah si Lancang rupanya! Megah sekali kapalnya, sudah jadi orang kaya raya,” kata guru mengaji si Lancang. Dia lalu memberitahukan kedatangan si Lancang kepada Emak si Lancang yang terbaring sakit di gubuknya.
Betapa senangnya Emak si Lancang mendengar kabar anaknya datang, dan bergegas bangkit dari tempat tidurnya. Dengan berpakaian seadanya dan berjalan tertatih-tatih karena sakit, Emak berjalan ke pelabuhan tempat kapal si Lancang. Sesampai di pelabuhan, Emak tak sabar ingin melihat anaknya. Saat hendak naik ke kapal, anak buah si Lancang menghalanginya dan melarangnya untuk naik ke kapal. Emak telah menjelaskan bahwa dia adalah Emaknya si Lancang.
Tiba-tiba si Lancang muncul dan berkata, “Bohong! Dia bukan emakku. Usir dia dari kapalku!” teriak si Lancang. Rupanya dia malu jika orang tahu bahwa wanita tua dan miskin itu adalah emaknya. “Oh… Lancang…. Anakku, ini Emak. Emak sangat merindukanmu”, rintih emak.
“Usir perempuan gila itu dari kapalku!” perintah si Lancang. Anak buah si Lancang mengusir emak dan mendorongnya sehingga terjerembab. Dengan hati sedih Emak si Lancang pulang ke gubuknya, dan menangis terus menerus. Sesampai di gubuknya, Emak mengambil lesung dan nyiru.

Emak memutar-mutar lesung dan mengipasinya dengan nyiru sambil berkata, “Ya Tuhanku… si Lancang telah aku lahirkan dan aku besarkan dengan air susuku. Namun setelah menjadi orang kaya, dia tidak mau mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhanku… tunjukkan padanya kekuasaan-Mu!”
tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat. Petir menggelegar dan menyambar kapal si Lancang sertagelombang Sungai Kampar menghantamnya. Kapal si Lancang hancur berkeping-keping.
“Emaaaak… si Lancang anakmu pulang. Maafkan aku, Maaak,” terdengar sayup-sayup teriakan si Lancang. Akhirnya si Lancang tenggelam bersama kapalnya yang megah. Barang-barang yang ada di kapal berhamburan dihempas badai. Kain sutra yang dibawa si Lancang sebagai barang dagangan terbang melayang-layang kemudian jatuh berlipat-lipat dan menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri.
Sebuah gong terlempar jauh dan jatuh di dekat gubuk Emak si Lancang di Air Tiris Kampar kemudian menjadi Sungai Ogong di Kampar Kanan. Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah yang terletak berdekatan dengan Danau si Lancang. Di danau itulah tiang bendera kapal si Lancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera itu muncul ke permukaan yang menjadi pertanda bagi masyarakat Kampar akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Banjir itulah air mata si Lancang yang menyesali perbuatannya yang durhaka kepada Emaknya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar