twitter

Kamis, 13 September 2012

pengembangan kurikulum


MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“PENGEMBANGAN KURIKULUM”
                       












OLEH                         : CITTRA ANNALISA. S (1184205037)
                                    : SAMSUL BAHRI (1184205041)
JURUSAN                  : BIOLOGI
DOSEN                       : M.JAYA ADI, M.Pd.
PROGRAM STUDI    : S1
STATUS                      : TERAKREDITASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2012













BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia sebagai instrumen yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Caswell menyatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum tidak pernah berhenti, ia merupakan proses yang berkelanjutan dan proses siklus yang terus menerus sejalan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan masyarakat.

Kajian-kajian pada pengembangan yang bersifat filosofis, psikologis, situasi sosial politis, dan perkembangan iptek menjadi sangat penting ketika dikehendaki perubahan –perubahan dan pengembangan pendidikan masa depan.pertinbangan-pertimbangan tentang pentingnya relevansi, fleksibilitas, dan kontinuitas merupakan prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.


1.2  RUMUSAN MASALAH
1.    Apa Pengertian dan Bentuk Organisasi Kurikulum?
2.    Apa Saja Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum?
3.  Bagaimana Perkembangan Mata Pelajaran Dalam Kurikulum Di Indonesia ?

1.3  TUJUAN
1.      Agar Mahasiswa Dapat Medeskripsikan Pengertian Kurikulum
2.      Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Prinsip – Prinsip Kurikulum
3.      Agara Mahasiswa Dapat Mengetahui Perkembangan Mata Pelajaran Dalam Kurikulum Di Indonesia



BABII
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KURIKULUM
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
  1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
  2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
  3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
  4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
              2.1.1 Pengertian Organisasi Kurikulum
      Organisasi kurikulum yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan di sampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya kepada murid-murid.

              2.1.2 Bentuk Organisasi Kurikulum
            Pada garis besarnya, ada lima pengorganisasian pokok, yaitu:

*      Kurikulum Mata Pelajaran

Organisasi kurikulum ini digolongkan sebagai bentuk kurikulum yang masih tradisional. Kurikulum ini sejak lama diterapkan pada sekolah-sekolah kita, sampai dengan munculnya kurikulum tahun 1968 dan kurikulum tahun 1975.
Ciri-ciri organisasi kurikulum ini dilihat dari berbagai segi  sebagai berikut:

·         Dari segi tujuan
·         Dari segi bahan
·         Dari sudut metode mengajar
·         Dari segi guru
·         Dari segi peserta didik
·          

*      Kurikulum Bidang Studi

Sebagian ahli berpandangan bahwa kurikulum bidang studi (broadfield curriculum) ini termasuk ke dalam jenis kurikulum berkolerasi. Ciri-ciri umum kurikulum bidang studi adalah sebagai berikut:
·         kurikulum terdiri atas suatu bidang pengajaran, yang didalamnya terpadu sejumlah mata pelajaran sejenis.
·         Pelajaran bertitik tolak dari core subject, yang kemudian diuraikan menjadi sejumlah pokok bahasan.
·         Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional yang telah digariskan.
·         Sistem penyampaiannya bersifat terpadu.
·         Guru berperan selaku guru bidang studi
·         Dikenal berbagai jenis bidang studi seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, bahasa, pendidikan moral Pancasila, pendidikan keterampilan, ilmu keguruan.


*      Kurikulum Inti

Berbagai pengertian tentang kurikulum inti (core curriculum) sebagai berikut:
1.      Menurut Spears, mengatakan bahwa:
“the provision of a Common body of growth experiences, usually spoken of as the core curriculum”
     2.       Leonard menyatakan bahwa:
“..that part of the curriculum, which takes as its major job, is the Development of personal social responsibility and competency needed by all youth to serve the needs of a democratic society”
3.      Alberty menyatakan bahwa:
“the core may be regard as that aspect of the total curriculum which is basic for all student, and which consists of learning Activities that are organised whitout reference to conventional subject or lines”
4.      Romine menyatakan bahwa:
“The core curriculum, core program, or core course may be defined as the part of the total curriculum objectivies, which is scheduled for proportionally longer blocks of time”

Ciri-ciri core curriculum sebagai berikut:
  Perencanaan oleh guru-guru secara kooperatif
  Penggunaan teknik problem solving dalam core   program
  Guru dan murid saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik.
  Penilaian dilakukan dengan bermacam bentuk


*      Kurikulum Dengan Mata Pelajaran Berkorelasi

Correlated berasal dari kata correlation yang dalam bahasa Indonesia berarti korelasi yaitu adanya hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Ciri-ciri kurikulum ini diantaranya sebagai berikut:
  Berbagai mata pelajaran dikorelasikan satu dengan yang   lainnya

  Sudah dimulai adanya usaha untuk merelevansikan pelajaran dengan permasalahan kehidupan sehari-hari.
  Sudah mulai mengusahakan penyesuaian pelajaran dengan minat dan kemampuan para siswa.
  Metode penyampaiannya menggunakan metode korelasi.
  Meski guru masih memegang peran aktif, namun aktivitas  siswa mulai dikembangkan.



kelemahan yang ditinjau dari berbagai sudut sebagai berikut:

1.      Tujuan pengajaran
Kadang-kadang kabur karena kompleks
2.      Bahan
bahan tidak sistematis, luas bahan tidak ditentukan batasannya
3.      Sarana/prasarana
Kadang-kadang tidak tersedia dan mahal
4.      Evaluasi
Ujian dilakukan secara lokal, dalam rapor tidak menggambarkan peserta didik itu pandai atau tidak, hanya dapat dilakukan secara konsekuen oleh sekolah swasta.
5.      Guru
Pembagian tugas pada team teaching perlu penyesuaian, tidak semua guru sanggup melaksanakan
6.      Peserta didik
Kurang mempunyai pengetahuan yang dalam, kurang mempunyai pengetahuan yang seimbang antar bidang studi untuk setiap bidang studi pengetahuan.


*      Integrated curriculum

Integrated curriculum adalah kurikulum yang pelaksanaannya disusun secara menyeluruh untuk membahas suatu pokok masalah tertentu.

Ciri-ciri kurikulum terintegrasi sebagai berikut:
  Berdasarkan filsafat pendidikan demokrasi
  Berdasarkan psikologi belajar gestalt atau organismik
  Berdasarkan landasan sosiologis dan sosial kultural
  Berdasarkan kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan atau pertumbuhan siswa
  Bentuk kurikulum initidak hanya ditunjang oleh semua mata pelajaran tetapi lebih luas.


2.2 PRINSIP – PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

2.3 PERKEMBANGAN MATA PELAJARAN DALAM KURIKULUM DI INDONESIA
Dalam sejarah penggunaan kurikulum di Indonesia setelah merdeka, ada sepuluh kurikulum yang pernah dipakai yaitu kurikulum pasca kemerdekaan 1947, 1949, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan KBK yang disempurnakan menjadi kurikulum KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut model konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan pengembangan yang digunakan, serta jumlah jenis mata pelajaran berikut kedalaman dan keluasannya tidak sama.
Variabilitas kurikulum yang digunakan berimplikasi terhadap variabilitas penuangan mata pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum bisa dijelaskan karena adanya substansi determinan atau landasan kurikulum yang digunakan tidak sama. Meskipun unsur-unsur umum determinan kurikulum itu sama yaitu faktor filosofis, sosiologis, psikologis, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun pada setiap masa memiliki suatu kecederungan tersendiri yang menjadi warna dominan dari kurikulum itu sendiri, sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan. Perbedaan ini juga turut menentukan mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari, juga prinsip-prinsip cara mempelajari mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum yang bersangkutan.
Landasan filosofis, berkaitan dengan pandangan hidup negara. Filosofis negara ini akan mengarahkan pada penentuan tujuan umum pendidikan nasional. Perbedaan filosofis negara, atau adanya perbedaan konsistensi pengamalan nilai-nilai filosifis akan mempengaruhi filsafat pendidikian dan filsafat kurikulum yang digunakan. Tentu ini pun akan mengarah pada susunan mata pelajaran yang harus dipelajari.
Landasan sosiologis, berkaitan dengan sistem nilai, norma, adat isitiadat, tata aturan bermasyarakat dan bernegara juga berpengaruh terhadap penggunaan sistem kurikulum. Dalam aspek sosiologis di dalamnya adalah sistem politik yang berlaku, ikut menentukan tentang apa yang harus dipelajari, kedalaman dan keluasannya, serta teknis pengembangannya.
Contoh ketika sistem politik negara menggunakan sistem sentralistik, maka pengembangan kurikulum didominasi oleh pemerintah pusat, kurang atau bahkan mungkin tidak melibatkan pemerintah daerah atau guru sama sekali. Namun ketika sistem politik berubah menjadi desetralisasi, kebijakan pengembangan kurikulum pun berubah, yang tadinya terpusat sebagian didesentralisasikan ke daerah (pemerintah daerah dan sekolah, guru).
Contoh lainnya, terdapat perbedaan kurikulum, jenis dan jumlah mata pelajaran antara negara yang demokratis dan negara yang tidak terlalu menonjolkan demokratis. Bahkan sesama negara demokratis pun masih terdapat variabilitas.
Determinan berikutnya yaitu unsur psikologis. Situasi kondisi sasaran kurikulum ikut mempengaruhi konsep dan model kurikulum. Akan terdapat perbedaan mata pelajaran, setidaknya tingkat kesulitan dan cakupannya, antara jenjang pendidikan satu dengan lainnya. Antara pendidikan normal dan pendidikan luar biasa.
Selain dari pada itu, pandangan psikologi atas bagaimana manusia belajar bermacam-macam, di antaranya ada behavioristik, kognitivistik, dan konstruktivistik. Ketiga jenis pandangan tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Penggunaan salah satu dari tiga pandangan atas belajar di atas, akan berpengaruh terhadap apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
Determinan terakhir yaitu bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulumnya itu sendiri. Kemajuan IPTEK akan melahirkan tuntutan untuk mempelajari IPTEK kontemporer. IPTEK kontemporer memiliki karakteristik tersendiri tentang bagaimana cara untuk mempelajarinya.
Uraian di atas, menjelaskan kepada kita bahwa perkembangan mata pelajaran dipengaruhi oleh model konsep kurikulum yang digunakan. Suatu jenis model kurikulum itu sendiri memiliki karakteristik disain (tujuan, materi, strategi, dan evaluasi) tersendiri.
Di bawah ini tabel perbandingan jurusan dan mata pelajaran yang hilang dan muncul pada kurikulum kurikulum 1964 sampai dengan KTSP.


Tabel 1 Perbandingan Jurusan dan Mata Pelajaranyang Hilang dan Muncul pada Kurikulum 1964 sampai dengan KTSP (Belen, 2007)
No.
Kurikulum
Jurusan yang hilang
Jurusan yang muncul
Mapel yang hilang
Mapel yang muncul
1
1964

Jurusan Budaya SMA

Prakarya
2
1968


Berhitung
Matematika
Pendidikan Kesehatan Keluarga
Kecakapan Khusus
3
1975
Jurusan Budaya SMA
SMA: Jurusan IPA, IPS, Bahasa. Jurusan Budaya menjadi jurusan bahasa
Bahasa Indonesia
Tulisan Arab
Bahasa Jawa Kuno
Muncul Broadfield: Matematika, IPA, IPS Bahasa Indonesia, Civics menjadi PMP (Pendidikan Moral Pancasila)
4
1984

SMA: Program B (Vokasional) tak dilaksanakan. Jurusan IPS dan Bahasa tetap.
Jurusan IPA di bagi dua: Jurusan ilmu-ilmu fisik dan jurusan ilmu-ilmu hayati. Jurusan Agama untuk Madrasah Aliyah.
Tata Buku. Pendidikan Keterampilan dan Pendidikan Seni tergabung menjadi Pendidikan Kertakes.
Pada Pendidikan Bahasa Indonesia dikenalkan Pragmatic.
Akuntansi, Sosiologi, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), Tata Negara, Muatan Lokal, Keterampilan, Budaya.
5
1994
Program B SMA, Jurusan Ilmu-ilmu Fisik dan Ilmu-ilmu Hayati digabung ke jurusan IPA.
Penjurusan di kelas 3 SMA: IPA, IPS, Bahasa.
Tata buku, Pendidikan Keterampilan dan Pendidikan Seni tergabung menjadi kertakes.
Pada Pendidikan Bahasa Indonesia dikenalkan Pragmatic
PMP menjadi PPKn. B. Indonesia dan B. Inggris menggunakan communicative approach. Muncul bahasa Jepang dan Mandarin.
Muatan Lokal di SD dan SMP.
6
KBK
Jurusan Agama SMA
Penjurusan kembali ke kelas 2 SMA.
Tematik untuk kelas I dan II SD.
PPKn menjadi PKn. Di SMA Antropologi digabungkan ke Sosiologi. Diberi jam untuk pembiasaan di SD dan SMP. Muatal lokal tak ditangani.
Bahasa Inggris SD dan Komputer SD menjadi pilihan. ICT di SMA. Konsep Kimia dimasukkan ke IPA. Konsep Sosiologi dimasukkan ke IPS. Pembiasaan di SD dan SMP.
7
KTSP

Tematik kelas I-III SD.

Antropologi terpisah dari Sosiologi di SMA. IPA dan IPS terpadu di SMP. Muatan Lokal dihidupkan lagi bahkan sampai SMA. Pengembangan Diri (Pembiasaan) bahkan sampai SMA.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Organisasi kurikulum yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan di sampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya kepada murid-murid. Pada garis besarnya, ada lima pengorganisasian pokok, yaitu:
1.    Separate Subject Curriculum ( kurikulum mata pelajaran)
2.    Broadfield Curriculum (kurikulum bidang studi)
3.    Core Curriculum (kurikulum inti)
4.    Correlated Curriculum (kurikulum dengan mata pelajaran berkolerasi)
5.    Integrated Curriculum

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Secara umum ada beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1.   Prinsip relevansi
2.   Prinsip fleksibilitas
3.   Prinsip efektivitas
4.   Prinsip efisiensi
5.   Prinsip berorientasi tujuan
6.   Prinsip dan model pengembangan kurikulum




Tidak ada komentar:

Posting Komentar